Testimoni Kontak Kami

Mengapa Banyak PI Besi dan Baja Ditolak? 5 Kesalahan Fatal Importir yang Harus Dihindari

Mengapa Banyak PI Besi dan Baja Ditolak? 5 Kesalahan Fatal Importir yang Harus Dihindari

Mengapa Banyak PI Besi dan Baja Ditolak? 5 Kesalahan Fatal Importir yang Harus Dihindari

Fenomena Penolakan Izin yang Semakin Meningkat

Dalam beberapa bulan terakhir, banyak importir besi dan baja mengeluhkan lamanya proses penerbitan Persetujuan Impor (PI) dan meningkatnya jumlah permohonan yang ditolak oleh Kementerian Perdagangan.

Sejak diberlakukannya Permendag No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, serta Permenperin No. 1 Tahun 2024 yang mewajibkan Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian, pengawasan terhadap impor besi dan baja menjadi jauh lebih ketat.

Tujuannya jelas: melindungi industri baja nasional dari praktik dumping, memastikan kesesuaian spesifikasi teknis, dan mendorong penggunaan produk lokal.
Namun di sisi lain, banyak importir yang terjebak pada kesalahan administratif dan teknis sederhana — yang berujung pada penolakan izin dan bahkan penundaan proyek.

Berikut lima kesalahan paling sering terjadi yang bisa Anda hindari.


1. Salah Mencantumkan HS Code

Kesalahan paling umum adalah penggunaan kode HS (Harmonized System) yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang.
Banyak importir masih menebak kode HS tanpa verifikasi, atau menyalin dari transaksi sebelumnya tanpa memperhatikan revisi tarif dan daftar larangan terbaru.

Padahal, sistem INATRADE milik Kementerian Perdagangan akan otomatis menolak permohonan yang tidak cocok dengan kategori barang atau dokumen teknisnya.

Solusi: lakukan verifikasi HS Code sejak awal bersama konsultan kepabeanan atau surveyor berpengalaman. Kesalahan kecil seperti ini bisa memicu domino effect — dokumen Pertek tertunda, PI tidak keluar, hingga barang tertahan di pelabuhan.


2. Dokumen Teknis Tidak Lengkap

Salah satu penyebab utama penolakan PI adalah kurangnya dokumen teknis seperti mill certificate, material specification, drawing, atau surat keterangan dari pabrikan.

Kementerian Perindustrian memerlukan data detail untuk memastikan produk impor benar-benar diperlukan dan tidak tersedia di dalam negeri.
Banyak importir hanya melampirkan brosur atau katalog umum tanpa mencantumkan komposisi kimia, kekuatan tarik, dan tujuan penggunaan barang.

Solusi: siapkan dokumen dari pabrikan dengan format lengkap dan sesuai standar internasional (misalnya ASTM atau JIS). Cantumkan juga rencana penggunaan akhir barang — apakah untuk konstruksi, manufaktur, atau proyek energi. Data yang jelas mempercepat verifikasi teknis.


3. Mengajukan PI Tanpa Pertimbangan Teknis (Pertek)

Berdasarkan Permenperin No. 1 Tahun 2024, setiap impor besi, baja, baja paduan, dan turunannya wajib memiliki Surat Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian.

Namun banyak importir masih salah urutan — mengajukan PI terlebih dahulu baru mencari Pertek. Akibatnya, permohonan otomatis tertolak karena sistem memerlukan nomor Pertek aktif sebelum PI dapat diproses.

Solusi: pastikan urutan pengajuan dokumen benar. Ajukan Pertek lebih dulu melalui sistem SIINAS atau portal resmi Kemenperin, lalu lanjutkan ke pengajuan PI di INATRADE setelah Pertek diterbitkan.

Dengan memahami alurnya, importir dapat menghemat waktu dan menghindari revisi berulang pada sistem perizinan.


4. Tidak Melakukan Verifikasi Surveyor

Setiap impor besi dan baja wajib diverifikasi oleh surveyor independen yang ditunjuk pemerintah.
Proses ini menghasilkan Laporan Surveyor (LS) — dokumen yang menjadi pelengkap wajib pada saat pabean.

Sayangnya, sebagian importir menganggap LS hanyalah formalitas. Padahal, tanpa LS, Bea Cukai dapat menahan pengeluaran barang bahkan ketika PI sudah lengkap.

Solusi: lakukan koordinasi dengan surveyor sejak barang masih di pelabuhan asal. Untuk barang proyek besar atau yang masuk Pusat Logistik Berikat (PLB), verifikasi dapat dilakukan di lokasi PLB dengan jadwal yang lebih fleksibel.


5. Lalai Menyampaikan Laporan Realisasi Impor

Banyak importir lupa bahwa setelah mendapatkan PI, mereka wajib menyampaikan laporan realisasi impor setiap tiga bulan.

Tujuannya agar pemerintah dapat menilai kesesuaian antara jumlah barang yang diizinkan dan yang benar-benar diimpor.
Ketika laporan tidak disampaikan dua kali berturut-turut, sistem akan memblokir pengajuan PI berikutnya.

Solusi: buat jadwal pengingat internal atau gunakan sistem monitoring kepatuhan yang memastikan tenggat pelaporan tidak terlewat.


Dampak Bisnis: Penundaan Izin = Biaya Membengkak

Keterlambatan atau penolakan izin impor bisa berdampak besar. Barang yang tertahan di pelabuhan menyebabkan biaya demurrage dan storage meningkat tajam.

Untuk proyek EPC dan energi, keterlambatan material bisa menghambat konstruksi, menunda jadwal commissioning, dan memicu penalti kontrak.
Satu kesalahan administratif kecil bisa berubah menjadi kerugian miliaran rupiah.


Bagaimana PLB Bisa Membantu

Pusat Logistik Berikat (PLB) memberikan fleksibilitas bagi importir besi dan baja untuk menyimpan barang sementara tanpa harus segera masuk ke peredaran domestik.

Selama di PLB, importir memiliki waktu untuk melengkapi dokumen Pertek, LS, dan PI tanpa terkena biaya pelabuhan yang tinggi.
Sistem cloud modern juga memungkinkan pelanggan memantau status izin, jadwal verifikasi, dan laporan realisasi secara real-time.

Dengan pengelolaan yang tepat, PLB dapat membantu menjaga efisiensi dan kepatuhan di tengah perubahan regulasi yang semakin cepat.


Penutup

Era baru impor besi dan baja menuntut ketelitian, bukan keberuntungan.
Regulasi yang semakin ketat bukanlah hambatan, melainkan dorongan agar importir lebih disiplin dan industri nasional lebih terlindungi.

Dengan pemahaman regulasi yang benar serta sistem logistik yang terencana, proses impor bisa tetap efisien, patuh, dan bebas risiko.

Ingin memastikan izin impor Anda selalu aman?
Jadwalkan konsultasi gratis 30 menit untuk mengevaluasi dokumen impor Anda bersama tim Transcon Indonesia.

Back To Articles